ROKOK DAN PENYAKIT JANTUNG

Penulis : Dr dr Khalid Saleh,Sp.PD-KKV,FINASIM,M.Kes

Instalasi Pusat Jantung Terpadu, RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

PENDAHULUAN

Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit terjadi akibat merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa 64,8 persen pria dan 9,8 persen wanita dengan usia di atas 13 tahun adalah perokok. Bahkan, pada kelompok remaja, 49 persen pelajar pria dan 8,8 persen pelajar wanita di Jakarta sudah merokok. Data WHO menunjukkan, rokok menyebabkan kematian 4 juta orang diseluruh dunia atau 10.000 kematian per hari. Satu juta diantara jumlah itu terjadi di negara-negara berkembang.

Di Indonesia sendiri, menurut data dari Departemen Kesehatan (2003), 57.000 orang meninggal pertahun akibat berbagai penyakit disebabkan oleh asap rokok. Pada tahun 2020 nanti diperkirakan rokok akan membunuh sekitar 10 juta orang di seluruh dunia, melebihi kematian karena HIV, TBC, Kecelakaan, melahirkan dan bunuh diri. Diperkirakan juga bahwa rokok akan menjadi penyebab utama kematian dan cacat tubuh (WHO, Depkes, 2004). Merokok terbukti merupakan faktor risiko terbesar untuk mati mendadak. Risiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Risiko ini meningkat dengan bertambahnya usia dan jumlah rokok yang diisap. Penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko merokok bekerja sinergis dengan faktor-faktor lain, seperti hipertensi, kadar lemak atau gula darah yang tinggi, terhadap tercetusnya penyakit jantung koroner (PJK). Perlu diketahui bahwa risiko kematian akibat penyakit jantung koroner berkurang dengan 50 persen pada tahun pertama sesudah rokok dihentikan .

Peningkatan prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) disebabkan pola hidup dan perilaku masyarakat seperti merokok, minum alkohol, makan makanan berlemak, kurang konsumsi buah dan sayur, stres, dan  aktifitas fisik rendah . Penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Tahun 2009, lebih dari 17 juta orang meninggal akibat penyakit jantung dan lebih dari 30% kematian disebabkan oleh penyakit jantung.  Penelitian banyak membuktikan hubungan antara merokok dengan penyakit jantung koroner (PJK). World Health Organization (WHO) melaporkan dari 11 juta kematian per tahun di negara industri maju, lebih dari 6 juta disebabkan gangguan sirkulasi darah, sejumlah 2,5 juta adalah PJK dan 1,5 juta adalah stroke . Merokok terbukti merupakan faktor risiko terbesar  untuk kematian mendadak. Risiko PJK meningkat 2-4 kali pada perokok dibandingkan dengan yang bukan  perokok. Risiko meningkat seiring pertambahan usia  dan rokok yang dihisap, Penelitian menunjukkan faktor risiko merokok  berhubungan sinergis dengan faktor risiko PJK lain  seperti hipertensi, kadar lemak atau gula darah yang tinggi. Indonesia merupakan negara keempat  dengan konsumsi rokok terbesar di dunia setelah China, Amerika Serikat dan Rusia . Jumlah batang rokok yang dikonsumsi cenderung meningkat dari 182 miliar batang pada tahun 2001 menjadi 260,8 miliar  batang pada tahun 2009 di Indonesia. Total kematian akibat konsumsi rokok mencapai 190.260 orang (100.680 laki-laki dan 50.520 wanita) atau 12,7% dari total kematian pada tahun 2010.   Sebanyak 50% dari orang dengan penyakit akibat  rokok mengalami kematian dini. Penyebab kematian terbanyak adalah stroke, PJK, kanker trakhea, kanker  bronkhus, dan kanker paru . Rumah sakit Saras Husada kabupaten Purworejo terdapat 266 orang (kasus baru) dan rawat inap terdapat 457 orang. Angka  case fatality rate  (CFR) pasien PJK cukup tinggi yaitu pada tahun 2013 adalah 23% dan pada tahun 2014  adalah 24%. Banyak hal yang menyebabkan seseorang menjadi perokok, baik yang berhubungan dengan  faktor internal dan eksternal. Sayangnya, belum ada informasi terkait penyebab merokok pada pasien PJK.

PJK atau Penyakit Jantung Koroner merupakan penyakit kardiovaskular yang memiliki angka morbiditas dan mortalitas tertinggi pada kelompok penyakit tidak menular baik di dunia maupun di Indonesia. Salah satu faktor perilaku tidak sehat yang sering dikaitkan dengan kejadian penyakit jantung koroner adalah kebiasaan merokok. Pemicu tersebut disebabkan oleh jenis bahan kimia yang terkandung dalam rokok, mulai dari proses pembuatan hingga pembakaran saat dihisap oleh perokok aktif .

Jenis bahan kimia yang mendapat perhatian lebih dalam sebagai penyebab terjadinya penyakit jantung koroner adalah nikotin dan karbon monoksida. Selain nikotin dan karbon monoksida, zat lain yang juga menjadi pemicu terjadi penyakit jantung koroner adalah zat oksidan. Pada sebatang rokok, zat oksidan terdiri beberapa bahan kimia seperti nitrogen, tar, dan bahan radikal lainnya. Banyaknya zat oksidan tersebut dapat menyebabkan pengurangan zat antioksidan yang ada di dalam tubuh secara drastis dan menyebabkan peningkatan produksi LDL (Low-Density Lipoproterin). 

Data dari Global Adult Tobacco Survey yang dilakukan oleh WHO di Indonesia tahun 2011 menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak ketiga dibandingkan dengan negara lain di dunia, dan menempati peringkat pertama dibandingkan negara lain di Asia Tenggara. Apabila data perokok tersebut dibedakan berdasarkan jenis kelamin, maka perokok laki-laki di Indonesia menempati peringkat ketiga dibandingkan perokok laki-laki di dunia, sedangkan perokok perempuan menempati peringkat ke tujuh belas dibandingkan perokok perempuan di dunia. Rata-rata batang yang dihisap oleh baik perokok laki-laki maupun perempuan adalah sebanyak 12 batang setiap harinya (WHO, 2011). 

Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah yang dikeluarkan Departemen Kesehatan pada tahun 2007 menyebutkan bahwa kebiasaan merokok bukan merupakan faktor risiko utama penyebab terjadinya penyakit jantung koroner. Namun diperkirakan dalam perkembangannya beberapa tahun kedepan akan menjadi faktor risiko utama bersama dengan faktor risiko utama lainnya seperti hipertensi, kolesterol, dan diabetes mellitus (Depkes RI, 2007). 


Penderita Jantung Koroner Berdasarkan Riwayat Lama Merokok 
          Seseorang yang merokok akan mengalami dose effect, yaitu suatu keadaan dimana semakin muda umur seseorang ketika pertama kali memiliki kebiasaan merokok maka semakin tinggi pula risiko seseorang tersebut untuk terkena berbagai dampak rokok, salah satunya adalah penyakit jantung koroner. Kematian akibat penyakit kardiovaskular meningkat pada perokok yang mulai merokok pada umur lebih muda. Hal tersebut diakibatkan oleh semakin muda seseorang merokok maka semakin banyak dan lama perokok tersebut terpapar bahan kimia yang ada pada rokok. Paparan kimia yang terlalu banyak pada tubuh dapat menyebabkan sel mengalami iritasi bahkan peradangan yang apabila semakin lama terjadi dapat meminimalkan sel tersebut untuk diperbaiki atau disembuhkan (CDC, 2010). 
          Dose effect pada perokok dapat berkurang apabila perokok mengurangi kebiasaan merokok atau bahkan berhenti merokok sama sekali. Risiko penyakit jantung koroner pada perokok aktif yang telah berhenti merokok pada satu tahun pertama sama dengan separuh risiko penyakit jantung koroner pada seseorang yang masih merokok setiap hari. Apabila perokok aktif yang menderita penyakit jantung koroner telah berhenti merokok selama kurang lebih lima belas sampai dua puluh tahun, maka risikonya akan menurun menjadi sama dengan risiko penderita penyakit jantung koroner yang tidak merokok sama sekali . 


Jenis Rokok yang Dominan bagi Penderita Penyakit Jantung Koroner
          Jenis rokok kretek yang banyak beredar dan dihisap oleh masyarakat di Indonesia merupakan rokok yang terbuat dari campuran beberapa bahan, diantaranya yaitu tembakau, cengkeh, dan zat kimia lainnya, termasuk tar. Kandungan tar pada jenis rokok kretek cukup tinggi, yaitu > 10 mg pada setiap batangnya (WHO, 2011). Rokok kretek yang berlabelkan ‘rendah tar’ bahkan mengandung tar sebanyak 14 mg pada setiap batang dan nikotin sebanyak 1 mg pada setiap batang. Meskipun cukup tinggi, kandungan zat kimia pada jenis rokok kretek masih dalam batas aman sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan yang menyebutkan batas kandungan tar pada rokok adalah 20 mg pada setiap batang dan batas kandungan nikotin pada rokok adalah 1,5 mg pada setiap batang. 
          Tar merupakan salah satu zat kimia yang selau ada pada setiap batang rokok, baik rokok jenis kretek maupun rokok jenis filter. Tar yang secara terus menerus dikonsumsi dapat menyebabkan noda kuning kecokelatan pada gigi perokok. Tar juga merupakan senyawa kimia yang memiliki sifat karsinogenik (pemicu sel-sel kanker) dan merupakan salah satu zat yang berkontribusi terhadap terjadinya penyakit jantung koroner (Action on Smoking and Health, 2014). Tar sendiri mengandung beberapa zat kimia lainnya seperti zat arang dan ion besi (Fe2+), di mana keduanya memiliki sifat sebagai zat oksidan. Zat oksidan bersama apabila disatukan dengan radikal bebas yang terkandung pada rokok maka dapat meningkatkan proses peroksidasi pada lapisan membrane sehingga memicu terjadinya gangguan endothelial, atheroskerosis, dan penyakit kardiovaskular termasuk penyakit jantung koroner.


Patofisiologi Merokok dalam Meningkatkan Risiko Kardiovaskular

Merokok dapat mempercepat pembentukan aterom dengan mengganggu fungsi endotel pembuluh darah, menginduksi inflamasi kronik, dan dislipidemia. Kadar kolesterol total dan LDL pada perokok lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak merokok. Selain itu, merokok juga dapat meningkatkan status hiperkoagulasi dalam tubuh sehingga terjadi agregasi platelet, peningkatan level fibrinogen, dan polisitemia. Peningkatan trombosis dapat menjadi faktor utama terjadinya kejadian kardiovaskular akibat merokok. Tingginya kadar reactive oxygen species (ROS) pada rokok juga meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular.

Perokok aktif dapat meningkatkan risiko terjadinya kejadian infark miokard. Tidak hanya merugikan bagi perokok aktif, perokok pasif juga dapat mengalami peningkatan risiko jantung iskemik sebesar 30% apabila terdapat anggota keluarga yang merokok dalam satu rumah.

Seseorang yang merokok >40 batang setiap hari mengalami 9x lipat lebih tinggi untuk mengalami risiko infark miokard dibandingkan dengan yang tidak merokok. Pada jumlah banyak, peningkatan risiko ini bersifat linear, tetapi pada jumlah sedikit (1-5 batang sehari), terjadi peningkatan tajam risiko infark miokard. Orang yang merokok hanya satu batang sehari memiliki peningkatan risiko kardiovaskular hingga 1,5 kali lipat orang yang tidak merokok. Oleh karena itu, penting bagi dokter untuk menjelaskan bahwa penurunan risiko kardiovaskular dan penyakit lainnya tidak akan tercapai secara signifikan jika pasien hanya berhenti secara parsial (menurunkan jumlah rokok yang dikonsumsi per hari).

Manfaat Berhenti Merokok

Berhenti merokok secara total dapat menurunkan risiko kejadian kardiovaskular yang didapat dari riwayat merokok sebelumnya. Tubuh dapat mengalami perubahan fisiologis bertahap dalam waktu beberapa minggu setelah benar-benar berhenti merokok, termasuk kembalinya status thrombosis dalam tubuh.

Pada perokok 20 batang/hari diketahui risikonya akan berkurang sebesar 50% setelah 3-5 tahun setelah berhenti merokok. Perokok ringan (<10 batang/hari) akan kembali pada risiko awal sebelum merokok dalam waktu tiga tahun setelah berhenti.

Perokok yang berhenti sebelum usia 35 tahun juga akan menghilangkan risiko penyakit-penyakit terkait rokok yang mungkin akan dialami di kemudian hari, seperti kanker paru dan penyakit paru obstruktif kronis.

Bukti Klinis Bahaya Merokok terhadap Peningkatan Risiko Kardiovaskular

Banyak yang beranggapan bahwa jika mengonsumsi rokok dalam jumlah sedikit masih dalam batas aman. Namun, pada kenyataannya merokok dalam jumlah sedikit pun dapat meningkatkan risiko kardiovaskular dibandingkan dengan yang tidak merokok.

Sebuah meta analisis dilakukan oleh Hackshaw, et al. yang terdiri dari 141 studi kohort meneliti hubungan antara konsumsi rokok dengan kejadian kardiovaskular untuk menilai risiko penyakit jantung koroner dan stroke untuk perokok ringan (1-5 batang/hari). Dari hasil meta analisis, didapatkan peningkatan risiko dibandingkan orang yang tidak merokok sebagai berikut ,

1 batang/hari: 1.48x 

5 batang/ hari: 1.58x

20 batang/hari: dan 2.04x .

Meta analisis ini memiliki jumlah studi yang besar dan menggunakan kohort prospektif sehingga dapat terhindar dari bias terkait desain retrospektif. Namun, pada meta analisis ini kebanyakan studi memiliki keterbatasan tidak spesifiknya jumlah rokok, hanya didapatkan dalam bentuk kategori (1-5 dan 6-10 batang/hari).

Meta analisis lain dilakukan oleh Mons et al. yang terdiri dari lebih dari 500.000 partisipan meneliti dampak merokok dan berhenti merokok terhadap mortalitas kardiovaskular, kejadian penyakit jantung koroner akut, dan stroke pada pasien usia 60 tahun ke atas. Pada hasil meta analisis ini didapatkan bahwa perokok aktif memiliki risiko 2.07 lebih tinggi dan pasien yang sebelumnya memiliki riwayat merokok memiliki risiko 1.37 lebih tinggi mengalami mortalitas kardiovaskular dibandingkan dengan pasien yang tidak pernah merokok. Pasien yang masih merokok <10 batang/hari memiliki risiko sebesar 1.4 lebih tinggi dan pasien yang merokok 20 batang atau lebih/hari memiliki risiko sebesar 2.63 lebih tinggi untuk mengalami gangguan kardiovaskular.

Pasien yang sudah berhenti merokok kurang dari 5 tahun memperlihatkan adanya penurunan risiko mortalitas kardiovaskular. Penurunan ini akan semakin meningkat seiring pertambahan durasi berhenti merokok. Selain itu, terdapat pula penurunan risiko kejadian penyakit jantung koroner dan stroke. Berdasarkan hasil meta analisis ini, disimpulkan bahwa berhenti merokok berdampak pada penurunan risiko kardiovaskular meskipun pada usia tua. Meta analisis ini terdiri dari studi-studi dengan hasil yang konsisten, namun tingkat heterogenitasnya masih cukup tinggi.

Berdasarkan dua meta analisis di atas, merokok dalam jumlah sedikit nyatanya meningkatkan risiko kardiovaskular yang signifikan. Namun, apabila seseorang tersebut segera berhenti merokok secara total, kemungkinan risiko kardiovaskular akan kembali menurun secara bertahap.

Kesimpulan

Merokok merupakan faktor risiko mayor terjadinya penyakit kardiovaskular. Merokok dapat mempercepat pembentukan aterom, mengganggu fungsi endotel pembuluh darah, meningkatkan risiko trombosis, dislipidemia, dan meningkatkan kadar ROS dalam tubuh. Merokok dalam jumlah berapa pun akan meningkatkan risiko kardiovaskular secara signifikan. Dokter perlu menjalankan perannya untuk membantu pasien berhenti merokok secara total. Selain itu, pencegahan merokok dan kesadaran untuk berhenti merokok juga perlu digalakkan kepada pasien guna mencegah risiko kardiovaskular dan penyakit terkait rokok lainnya. Berhenti merokok secara total dapat memulihkan kondisi fisiologis tubuh secara bertahap sehingga dapat menurunkan risiko kardiovaskular secara signifikan. (Promkes,2019)

 

Submitted by administrator on 2019-08-28 11:07:55

WhatsApp WhatsApp Hotline RSWS