Penulis: dr. Fadhilah, M.Kes
Diare atau penyakit diare (diarrheal disease) berasal dari kata diarrola (bahasa Yunani) yang berarti mengalir terus, merupakan suatu keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu frekuen. Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.
Berdasarkan data WHO, penyakit diare merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di seluruh dunia yang menyebabkan satu biliun kejadian sakit dan 3-5 juta kematian setiap tahunnya. Di Amerika Serikat, ada 20-35 juta kejadian diare terjadi setiap tahunnya, sedangkan pada 16,5 juta anak sebelum berusia 5 tahun menghasilkan 2,1-3,7 juta anak yang harus berobat ke dokter akibat dari penyakit tersebut (Nelson, 2000). Selain itu, 500 bayi dan anak di Amerika Serikat meninggal karena diare per tahunnya (Kumar Vinay, 2007).
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per 1000 penduduk, denganjumlah kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 (CFR 2,52%). DiIndonesia dilaporkan terdapat 1,6 sampai 2 juta kejadian diare per tahun pada balita,sehingga secara keseluruhan diperkirakan kejadian diare pada balita berkisar antara 40 juta setahun dengan kematian sebanyak 200.000-400.000 balita (Widoyono, 2008). Berdasarkan survei yang dilakukan pada tahun 2000 di 10 provinsi, didapatkan hasil bahwa dari 18.000 rumah tangga yang disurvei diambil sampel sebanyak 13.440 balita, dan kejadian diare pada balita yaitu 1,3 episode kejadian diare pertahun (Ditjen P2MPL Depkes, 2000).
Diare merupakan penyakit berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian dan dapat menimbulkan letusan kejadian luar biasa (KLB). Penyebab utama kematian pada diare adalah dehidrasi yaitu sebagai akibat hilangnya cairan dan garam elektrolit pada tinja. Keadaan dehidrasi kalau tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat meninggal (Depkes RI, 1999).
Penyebab diare terbanyak yang terjadi di Amerika Serikat adalah infeksi norovirus. Norovirus adalah virus yang terdiri dari RNA untai tunggal yang dibungkus oleh selubung protein. Berdasarkan tipe genetik, hingga saat ini terdapat sedikitnya 25 strain berbeda dari norovirus yang menginfeksi manusia. Genom RNA pada norovirus dapat dengan mudah bermutasi untuk menghasilkan tipe norovirus yang baru.
Norovirus telah menggeser rotavirus sebagai penyebab utama diare di antara anak-anak kurang dari 5 tahun. Berdasarkan data statistik dari Pusat Pengendalian Penyakit dan Pusat Nasional Pencegahan (Centre for Disease Control and Prevention (CDC)) terdapat 21 juta kasus infeksi norovirus setiap tahun di Amerika Serikat. Hal itu diungkapkan oleh hasil studi terbaru yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine. Penelitian tersebut telah menganalisis data surveilans dari 3 kabupaten AS, Daniel Payne, PhD, MSPH, dari CDC dimana hasilnya menunjukkan bahwa norovirus bertanggung jawab atas 21% dari akut gastroenteritis kasus pada tahun 2009 dan 2010, hanya 12% yang disebabkan rotavirus.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fadhilah (2014), diperoleh 4 sampel positif untuk GI, 3 sampel positif untuk GII dan 3 sampel positif untuk GI dan GII. Kemudian, sampel positif dilanjutkan untuk pemeriksaan sekuensing di Macrogen, Korea. Total sampel penelitian ini adalah 27 yang diperoleh dari beberapa rumah sakit di Sulawesi Selatan. Semua sampel adalah anak-anak 0-6 tahun dan 15 (55,56%) adalah laki-laki; 12 (44,44%) adalah perempuan. Gejala klinis pasien adalah 27 (100%) diare, 12 (41,38%) febris, 10 (34,48%) muntah, dan 4 (13,79%) sakit perut.
Dalam beberapa tahun terakhir, norovirus menjadi penyebab diare terbanyak. Telah dilaporkan, sekitar 90% kejadian gastroenteritis akut nonbakteri di Amerika Serikat disebabkan oleh norovirus. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Li-Juan (2010), diperoleh 26.4% kejadian norovirus dari Juli 2007 hingga Juni 2008. Beberapa penelitian telah melaporkan prevalensi norovirus bervariasi antara 3.5% dan 47.3%. Perbedaan prevalensi norovirus pada beberapa penelitian, sebagian dapat disebabkan oleh perbedaan sensitivitas metode yang digunakan dan perbedaan lokasi genom yang dideteksi.
Norovirus adalah virus yang secara genetik terdiri dari RNA untai tunggal, tidak memiliki envelop, dan berasal dari family Caliciviridae. Berdasarkan International Committee on Taxonomy of Viruses, salah satu spesies norovirus disebut Norwalk virus. Norovirus dapat diklasifikasikan ke dalam 5 genogroup yang berbeda (GI, GII, GIII, GIV dan GV), dimana dapat dibagi lagi menjadi beberapa kelompok genetic atau genotype. Norovirus yang paling banyak menginfeksi manusia adalah GI dan GII. Norovirus yang berasal dari genogroup II, genotype 4 (GII.4) merupakan penyebab terbanyak dari kejadian diare dan menyebar ke seluruh dunia
Infeksi norovirus dapat menjadi berat bahkan menyebabkan kematian. Morbiditas yang disebabkan oleh infeksi norovirus yang terjadi di seluruh dunia terutama negara yang sedang berkembang sulit ditegakkan oleh karena beberapa faktor. Pertama, deteksi norovirus sulit karena sel ini tidak dapat dikultur dan secara genetik sangat bervariasi. Kedua, kurangnya laporan dari dinas kesehatan karena penyakit ini bersifat akut. Oleh karena itu, pemeriksaan diagnostik norovirus yang terstandar harus ditingkatkan.
Infeksi norovirus paling banyak terjadi pada masyarakat tertutup, misalnya asrama perawat, sekolah, rumah sakit, daerah bencana dan area militer. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian infeksi norovirus, meliputi tingkat virulensi norovirus yang tinggi, keberadaan norovirus di lingkungan dan faktor imunitas host (inang).
Pada tahun 2002, terjadi peningkatan yang sangat tajam dari kejadian infeksi norovirus di seluruh dunia, dimana disebabkan oleh strain norovirus GII.4 kemudian diikuti oleh munculnya strain-strain norovirus yang baru.(Promkes,2019)
Submitted by administrator on 2019-08-28 13:57:02