Penulis : dr Sudirman Katu,Sp.PD,KPTI
Dalam ikut memperingati hari AIDS sedunia yang jatuh pada 1 Desember kami kemukakan sekelumit opini berikut yang berdasarkan pengetahuan dan pengalaman kami tentang HIV/AIDS.
Agaknya pengalaman beberapa tahun menangani pasien HIV/AIDS memberi kesan tersendiri dalam penanganan HIV/AIDS di Sulawesi Selatan dan memberi pelatihan di kawasan Timur Indonesia. Kesan mana mungkin juga dapat ditemukan di tempat lain.
Sudah diketahui bahwa Badan Kesehatan Sedunia (WHO) menetapkan ketentuan bahwa setiap orang yang hendak diperiksa status HIV-nya harus diminta persetujuan tertulis (Informed consent) lebih dahulu dari oknum bersangkutan. Ketentuan ini memang ada gunanya, namun di lain pihak membuat kerugian besar bagi pasien ODHA (pengidap HIV) sendiri. Dalam hal demikian ada beberapa keberatan kami seperti berikut
Informed consent
Selama ini pasien jenis apapun penyakitnya yang datang memeriksakan diri memang sudah merelakan diri untuk diperiksa apa saja demi kepentingan diagnosis penyakitnya tanpa ada pertmintaan tertulis dari pasien bersangkutan. Informed consent hanya diperlakukan bila akan menjalani tindakan operasi atau tindakan yang bisa berisiko tinggi. Dengan disyaratkannya Informed consent tersebut sekian banyak orang justeru lebih curiga dan menolak untuk diperiksa status HIV-nya dan dengan demikian diagnosis penyakitnya tertunda, sudah barang tentu pengobatannya pun demikian pula sementara itu bila mereka kebetulan pengidap HIV, maka virus ganas tersebut semakin menggerogoti dirinya dengan kecepatan penambahan virus HIV sampai sekitar10 milyar virus dalam 24 jam. Ini berarti daya tahan pasien semakin turun. Setelah beberapa waktu datang lagi berobat dan beberapa kali pula menolak pemeriksaan tes HIV. Jadi telah sekian waktu telah terbuang, mungkin bulanan bahkan tahunan belum juga ada kesediaan untuk diperiksa. Setelah masuk ke dalam stadium III atau IV menurut ketentuan WHO, maka saat itulah barulah sebagian pasien ODHA tersebut bersedia diperiksa status HIVnya karena penyakitnya semakin parah. Namun demikan ada juga yang tetap menolak tes HIV sampai memaaksa pulang kemudian meninggal di rumah atau entah di mana. Kasus-kasus demikian ini cukup banyak kami temukan terutama bagi ODHA yang ada pengetahuan sedikit dari berita koran atau beliau termasuk keluarga “orang besar”. Ada pula beberapa pasien dan orang tuanya minta untuk disuntik mati saja. Permintaan tindakan putusasa demkian ini sangat mudah dilakukan, tetapi tidak ada seorang pun dokter yang mau melakukannya karena setiap dokter dalam menjalankan tugasnya tidak pernah menerima konsep putusasa, tetap akan berusaha bagaimana pun besar biayanya dan banyaknya tenaga yang terkuras.
Berdasarkan kesan dari pengalaman tersebut di atas kami menghimbau sekiranya bila ada dokter yang curiga dan langsung saja memeriksa status HIV seseorang supaya tak usah disudutkan. Karena apa yang dokter lakukan tersebut didasari oleh niat yang baik untuk menyelamatkan seseorang, keluarganya bahkan menyelamatkan generasi berikut. Sudah diketahui bersama bahwa suami atau isteri yang positif HIV hampir pasti 100% akan mengjangkiti pasangannya. Pada saat tulisan ini dibuat ada rumor bahwa setiap dokter bisa melalukan tes HIV secara langsung tanpa minta izin dari penderita. Bila demikian syukurlah suatu langkah maju untuk menyelamatkan generasi kita.
Calon pengantin
Pasangan calon pengantin baru semestinya sebelum ada keputusan untuk menikah atau dinikahkan, kedua calon pasangan tersebut diperiksa status HIV-nya dua kali. Tes pertama bila hasilnya positif atau reaktif HIV sebaiknya tak usah dilanjutkan lagi ke tes kedua, dan jika hasilnya negatif atau non reaktif, tes kedua diulangi lagi setelah 3 bulan kemudian untuk mencegah jangan sampai hasil tes pertama yang negatif karena masih dalam periode jendela (window period) di mana pada periode waktu tersebut virus HIV-nya sudah ada, tetapi antibodinya belum terbentuk, sehingga hasil tesnya negatif. Bila ada fasilitas pemeriksaan viral load kita tidak usah menunggu sampai 3 bulan, langsung saja diperiksa sehingga dapat dipastikan yang bersangkutan positif HIV atau tidak, cuma pemeriksaan ini mahal biayanya. Virus HIV bila sudah masuk dalam tubuh, akan tetap eksis seumur hidup. Belum ada obat antiretroviral (ARV) yang dapat membunuh tuntas virus HIV yang sudah masuk ke dalam tubuh manusia.
Jika salah satu tes tersebut di atas hasilnya positif atau reaktif disarankan pernikahan tersebut dibatalkan saja dan jangan lagi ada upaya untuk melanjutkannya. Atau kedua keluarga tersebut (pihak laki-laki dan pihak perempuan) perlu secara tenang berunding menghadapi masalah yang telah dihadapi bersama. Karena jika pernikahan dilanjutkan, maka kedua pasangan tersebut pasti akan menjadi korban HIV/AIDS. Anak-anakya pun akan menjadi ODHA walaupun mungkin tidak semuanya. Bila memang keduanya terpaksa nikah, sebaiknya berkonsultasi dahulu dengan dokter yang banyak mengetahui hal tersebut. Rupanya diperlukan adanya aturan atau undang-undang yang mengatur hal tersebut, sehingga dalam surat nikah perlu dicantumkan syarat adanya Keterangan Bebas HIV kedua calon pengantin dari pada menyesal kemudian. Keterangan Bebas HIV ini sebaiknya dikeluarkan oleh laboratorium tepercaya yang telah ditunjuk. Siapa yang memalsukannya berarti membuat bencana dan termasuk kejahatan yang harus dituntut
Hati tolek, obat Cina, buah merah, pabballe mangkasara, atau pabbura ugi
Beberapa waktu yang lalu tersebar rumor dari tanah Papua bahwa ada yang disebut buah merah yang dapat menyembuhkan HIV/AIDS. Setelah dicoba rumor tersebut ternyata hasilnya nol, sama sekali tidak ada pengaruhnya terhadap penyembuhan HIV. Sebagai buah yang mengandung vitamin mungkin masih bisa diterima sebagai sayur biasa. Tidak usah buah merah, makanan sehari-hari saja sudah cukup baik untuk pengidap HIV/AIDS. Lebih-lebih lagi bila mengomsumsi buah-buah segar seperti tomat, melon, dan lain-lain. Di samping itu hidup normal tanpa rokok, tanpa alkohol (termasuk tape), tidur cukup, mengurangi stres, banyak bersyikir cukup menghambat lajunya perjalanan HIV masuk ke dalam stadium AIDS. Ada beberapa pasien ODHA yang kebetulan sadar, kemudian ikut berda’wa ke mana-mana termasuk ke luar negeri hingga saat ini masih sehat wal’afiat dengan mengikuti saran-saran yang diberikan sambil berdo’a disamping juga minum ARV.
Inilah sekedar opini yang kami kemukakan kepada masyarakat semoga ada manfaatnya demi untuk menyelamatkan generasi kita yang semestinya lebih sehat dari generasi sebelumnya. Mencegah adalah cara terbaik untuk menyelamatkan diri dari bencana HIV/AIDS. Wassalamu alaikum wr wb, Sekian...(Promkes,2019)
Submitted by administrator on 2019-08-28 14:37:13